IMAM AL-BUKHARI menyebutkan dari Ka’ab bin ‘Ajrah yang berkata bahwa Nabi ditanya: “Ya Rasulu-llah, salam kepada Tuan telah kami ketahui, namun bagaimana dengan shalawat?” Rasulullah menjawab, “Katakanlah oleh kalian, ‘Allahumma shalli ‘ala Muham-mad wa âli Muhammad”
Abu Sa’id al-Khudri berkata, “Ya Rasulullah, ini adalah salam, namun bagaimana kami mengucap-kan shalawat kepada Tuan?” Rasulullah menjawab, “Katakanlah oleh kalian ‘Allahumma shalli ‘ala Muham-mad wa âli Muhammad’.”
Imam al-Bukhari menyatakan di dalam Shahih-nya pada bagian al-Tafsir, bahwa menurut Abu al-‘Aliyah, maksud shalawat dari Allah itu adalah sanjungan Allah terhadap Nabi Muhammad saw di hadapan para malaikat-Nya. Sedangkan shalawat mala-ikat itu adalah doa. Sementara Ibn ‘Abbas mengartikan yushallûna ‘alayya sebagai yubarrikûn (mereka yang mem-berkati).
Dalam komentarnya atas tafsir Jalalayn tentang Surat al-Ahzâb ayat 56, al-‘Arif al-Shawi menya-takan bahwa di dalam ayat tersebut tersirat satu dalil yang amat besar bahwa Rasulullah saw adalah tempat curahan rahmat dan makhluk yang paling utama secara mutlak. Qadi ‘Iyadh berkata, “Seluruh ulama telah sepakat, bahwa ayat ini menunjukkan pengagungan dan pujian terhadap Nabi saw yang tidak terdapat pada selain beliau.”
Al-Hafizh al-Sakhawi berkata, Ayat itu memakai sighat mudhari’ (bentuk kini dan akan datang) yang menunjukkan sesuatu yang berkesinambungan dan terus-menerus, untuk menunjukkan bahwa Allah Swt dan seluruh malaikat-Nya selalu dan selamanya bershalawat kepada Nabi saw.
Fakhr al-Razi menjelaskan falsafah shalawat sebagai berikut:
Jika dikatakan bahwa, apabila Allah Swt dan para malaikat-Nya telah memberikan sha-lawat kepada Nabi saw, lalu apa perlunya lagi kita bershalawat? Kami mengatakan: “Shalawat atas Nabi itu bukan karena beliau membutuhkannya, bah-kan shalawat para mala-ikat pun tidak dibutuh-kannya setelah adanya shalawat dari Allah kepa-danya itu. Namun, se-mua itu adalah untuk menampakkan kebesar-an Nabi saw, sebagaima-na Allah telah mewajib-kan atas kita berzikir menyebut nama-Nya, padahal pasti Dia tidak membutuhkan semua itu. Namun semua itu adalah untuk menam-pakkan kebesaran-Nya dan sebagai belas kasi-han kepada kita supaya dengan adanya zikir itu, Dia memberi kita pahala.
Sebagian Hadis Ahlul Bait tentang Keutamaan Shalawat
1. Nabi Muhammad saw bersabda: “Siapa yang bershalawat kepadaku satu kali maka Allah akan bershalawat kepadanya 10 kali dan meng-hapus kesalahannya, menetapkan 10 kebajikan baginya dan kedua malaikat yang ada di sisi-nya akan berlomba menyampaikan (salam) ruh-ku kepadanya.”
2. Nabi Muhammad saw bersabda: “Siapa yang di sisinya namaku disebutkan lalu ia lupa ber-shalawat kepadaku maka akan dilambatkan baginya jalan ke surga.”
3. Rasulullah saw bersabda: “Jibril mendatangi-ku dan membawa berita gembira kepadaku, sesungguhnya Allah berfirman, ‘Siapa yang bershalawat kepadamu maka Aku akan bersha-lawat kepadanya, siapa yang mengucapkan sa-lam kepadamu maka Aku akan mengucapkan salam kepadanya.’ Maka akupun sujud (ber-syukur) karena hal itu.”
4. Nabi Muhammad saw bersabda: “Siapa yang bershalawat kepadaku tiga kali di siang hari dan tiga kali di waktu malam karena cinta kepa-daku dan rindu kepadaku maka Allah berhak mengampuni dosa-dosanya untuk malam dan siang harinya.”
5. Imam Ja’far bin Muhammad al-Shadiq berkata bahwa Rasulullah saw bersabda: “Keraskan su-ara kalian dalam bershalawat kepadaku. Se-sungguhnya shalawat itu menghilangkan nifaq (sifat munafik).”
6. Imam ‘Ali bin Abi Thalib berkata: “Shalawat kepada Nabi dan keluarganya akan mengha-pus kesalahan, sedemikian hingga lebih cepat daripada air memadamkan api; dan salam kepada Nabi dan keluarganya lebih utama daripada membebaskan hamba sahaya.”
7. Abu ‘Abdillah bertanya kepada sahabatnya: “Maukah kuberitahu sesuatu yang dengannya Allah memelihara wajahmu dari panasnya api neraka.” “Ya,” jawab mereka. “Katakanlah sete-lah fajar Allahumma shalli ‘ala Muhammad waâli Muhammad sebanyak seratus kali kelak Allah akan memeliharamu dari panasnya api nera-ka.”
8. Imam ‘Ali bin Musa al-Ridha berkata: “Siapa yang tidak mempunyai sesuatu yang bisa meng-gugurkan dosa-dosanya, hendaklah ia mem-perbanyak shalawat kepada Muhammad dan keluarganya karena sesungguhnya shalawat itu akan menghapus dosa-dosanya.”
9. Imam Ja’far bin Muhammad al-Shadiq ber-kata: “Shalawat kepada Nabi adalah wajib pa-da segala tempat, ketika bersin, melihat angin kencang dan lain sebagainya.” Imam ditanya, “Aku masuk ke Bait al-Haram sementara aku tahu doa apapun (yang dibaca) kecuali sha-lawat kepada Muhammad dan keluarganya.” Berkata Imam al-Shâdiq: “Sesungguhnya eng-kau telah melakukan sesuatu yang paling baik dari yang dilakukan oleh orang lain.”
10. Abu ‘Abdillah berkata: “Jika kalian berdoa ke-pada Allah hendaklah memulainya dengan shalawat kepada Nabi dan keluarganya karena shalawat kepada Nabi dan keluarganya diteri-ma di sisi Allah. Allah tidak menerima (seba-gian doa) dan menolak sebagian yang lain.”
11. Imam Ja’far al-Shâdiq berkata bahwa Rasulu-llah saw bersabda: “Sesungguhnya shalawat ke-padaku adalah (syarat di)ijabah doa-doamu dan ia adalah zakat (penyuci) untuk amal-amal-mu.”
12. Abu ‘Abdillah ditanya tentang makna ayat “In-nallâha wa malaikatahu yushallûna ‘alan Nabi…” (QS. 33:56). Beliau menjawab: “Shalawat dari sisi Allah sesungguhnya rahmat, dari sisi mala-ikat berarti penyucian (tazkiyah) dan dari sisi manusia berarti doa. Adapun firman Allah ‘wa sallimû taslîma’ adalah salam kepada Muham-mad saw.”
13. Imam Muhammad al-Baqir berkata bahwa Ra-sulullah saw bersabda: “Siapa yang bershalawat kepadaku dan tidak bershalawat kepada keluar-gaku maka ia tidak akan mencium bau surga, padahal baunya akan tercium sejauh perjala-nan 500 tahun.”[]
(Disadur oleh Abu Zahra dari karya Mahmud Samiy, 70 Shalawat Pilihan: Riwayat, Manfaat dan Keutamaannya [Bandung: Pustaka Hidayah, Cet. 6, 2000] dan Buletin al-Jawad No. 6, Keutamaan Shalawat [Bandung: Yayasan al-Jawad])
sumber : ustadchandra.wordpress.com